Iklan

Belajar dari Tragedi MBG, Pakar Gizi Ungkap Bakteri dan Virus Penyebab Keracunan serta Cara Mencegahnya

Iklan

SUARAMALANG.COM, Bogor – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi sorotan publik setelah kasus keracunan makanan terjadi di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.

Kasus terbesar tercatat di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sejak Senin (22/9/2025) hingga Kamis (25/9/2025) dengan jumlah korban mencapai 1.333 orang.

Iklan

Dosen Fakultas Kedokteran (FK) Institut Pertanian Bogor (IPB), dr Widya Khairunnisa Sarkowi, M.Sc, menjelaskan bahwa keracunan makanan umumnya disebabkan oleh kontaminasi bakteri atau virus.

Menurut Widya, kontaminasi ini dapat terjadi karena proses memasak yang tidak higienis, penyimpanan makanan yang terlalu lama, atau kontak dengan tangan yang tidak bersih saat menyiapkan makanan.

“Keracunan makanan terjadi ketika seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi kuman,” ungkap Widya saat diwawancarai, Sabtu (27/9/2025).

Ia menambahkan, sebagian besar penderita keracunan akan sembuh dalam dua hari, namun pemulihan bisa lebih lama bagi anak-anak, lansia, atau individu dengan daya tahan tubuh rendah.

Gejala keracunan makanan dapat bervariasi, mulai dari nyeri perut, mual, muntah, diare, demam, pusing, hingga tubuh terasa lemas.

Pada kasus yang lebih serius, keracunan dapat menyebabkan dehidrasi, kejang, bahkan penurunan kesadaran yang berpotensi mengancam nyawa.

“Dalam jangka panjang, komplikasi serius seperti gangguan fungsi ginjal atau saraf juga bisa terjadi,” jelas Widya.

Widya menyebutkan, bakteri yang sering menjadi penyebab keracunan antara lain Salmonella, Campylobacter bacterium, Escherichia coli (E. coli), dan Clostridium botulinum.

Bakteri Salmonella umumnya ditemukan pada telur yang kurang matang, sedangkan Campylobacter berasal dari susu mentah, unggas yang dimasak kurang matang, atau air yang terkontaminasi.

E. coli sering ditemukan pada susu yang tidak dipasteurisasi, daging yang tidak matang sempurna, serta buah dan sayuran yang terkontaminasi.

Selain bakteri, virus juga menjadi penyebab keracunan, salah satunya Norovirus yang memicu mual, muntah hebat, nyeri perut, dan diare.

Virus Hepatitis A juga dapat menular melalui makanan, khususnya makanan laut yang dikonsumsi mentah atau setengah matang.

Tak hanya itu, parasit seperti cacing pita, Giardia lamblia, dan Entamoeba histolytica juga dapat mengontaminasi makanan, terutama daging yang dimasak tidak sempurna.

Widya menekankan pentingnya mengenali ciri makanan yang sudah tidak layak konsumsi untuk mencegah kasus keracunan seperti yang terjadi pada program MBG.

Beberapa ciri makanan yang harus diwaspadai, antara lain bau yang berubah menjadi asam atau busuk, perubahan warna, muncul bercak jamur, tekstur yang lengket atau berlendir, hingga rasa yang tiba-tiba asam atau pahit.

“Jika menemukan tanda ini, sebaiknya jangan dimakan. Orangtua bisa memberi pesan sederhana pada anak, misalnya, ‘Kalau baunya aneh atau ada bercak jamur, jangan dimakan dulu, tanyakan ke mama atau papa’,” imbau Widya.

Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga kebersihan diri, terutama mencuci tangan sebelum makan dan sebelum mengolah makanan.

Jika keracunan makanan terjadi, langkah utama yang harus dilakukan adalah memastikan penderita tetap terhidrasi untuk mencegah dehidrasi.

Segera bawa ke fasilitas kesehatan jika muncul gejala berat seperti muntah terus-menerus, diare yang tidak berhenti, BAB bercampur darah, atau tubuh tampak sangat lemah.

Kasus keracunan massal MBG ini diharapkan menjadi peringatan bagi semua pihak untuk memperhatikan keamanan pangan, khususnya pada program yang melibatkan konsumsi makanan dalam skala besar.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan