SUARAMALANG.COM, Surabaya – Konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak krusial setelah Rapat Harian Syuriyah mengeluarkan risalah yang secara langsung meminta Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengundurkan diri dalam waktu tiga hari.
Ketegangan meroket setelah dokumen tertanggal 20 November 2025 itu beredar luas dan menampilkan keputusan yang ditandatangani Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, lengkap dengan ancaman pemberhentian bila tenggat tidak dipenuhi.
Di sisi lain, PBNU mengumpulkan seluruh ketua Pengurus Wilayah se-Indonesia di Surabaya pada Sabtu, 22 November 2025, dalam pertemuan yang digelar di Hotel Novotel Samator berdasarkan undangan resmi bertanggal 21 November 2025.
Surat undangan tersebut ditandatangani Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni dan Wakil Sekjen PBNU Faisal Saimima, memperlihatkan bahwa Tanfidziyah bergerak cepat setelah keluarnya risalah Syuriyah.
Dokumen Syuriyah mencatat dua keputusan utama yang memicu gejolak di tubuh NU.
“KH. Yahya Cholil Staquf harus mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam waktu 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya keputusan Rapat Harian Syuriyah PBNU.”
“Jika dalam waktu 3 (tiga) hari tidak mengundurkan diri, Rapat Harian Syuriyah PBNU memutuskan memberhentikan KH. Yahya Cholil Staquf sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.”
Risalah tersebut disertai tiga poin evaluasi yang menuding adanya pelanggaran nilai, aturan organisasi, serta dugaan masalah tata kelola keuangan di lingkungan PBNU berdasarkan Pasal 97–99 ART NU dan Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.
Evaluasi pertama menyoroti pengundangan narasumber yang dikaitkan dengan Zionisme Internasional dalam program Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU), yakni akademikus internasional Peter Berkowitz, penulis Israel and The Struggle Over The International Laws of War.
Kehadirannya dianggap melanggar prinsip Ahlussunnah wal Jamaah An Nahdliyah serta bertentangan dengan Muqaddimah Qanun Asasi NU, terutama di tengah eskalasi kritik global terhadap Israel.
Evaluasi kedua menyebut bahwa tindakan tersebut memenuhi ketentuan Pasal 8 huruf a, yang mengatur pemberhentian tidak hormat apabila fungsionaris mencemarkan nama baik Perkumpulan.
Evaluasi ketiga menyinggung indikasi pelanggaran tata kelola keuangan yang dinilai membahayakan eksistensi badan hukum PBNU.
Namun, dalam video Zoom meeting yang diunggah ke akun Facebook @Mohammad Yasin Al-Branangiy pada Sabtu, 22 November 2025, Gus Yahya memberikan perlawanan terbuka.
“Tadi malam, mulai sore sampai malam, dilakukan pertemuan Syuriah. Di situ membicarakan kehendak untuk memberhentikan saya. Bahkan sejak awal pertemuan sudah dinyatakan bahwa ada keinginan untuk memberhentikan saya,” katanya.
Ia menilai proses tersebut bukan musyawarah yang wajar dan tidak memberi ruang klarifikasi bagi dirinya.
“Bahkan sejak di awal pertemuan sudah dinyatakan bahwa ada keinginan untuk memberhentikan saya, kemudian dibuat narasi-narasi untuk menjustifikasi, tanpa memberikan kesempatan untuk memberikan klarifikasi terbuka kepada saya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan tindakan sepihak.
“Jadi saya katakan tadi, keputusannya keputusan sepihak oleh Syuriah dalam hal ini Rais Aam.”
Pertarungan kewenangan antara Syuriyah dan Tanfidziyah kini menjadi pusat sorotan, terutama karena kedua pihak sama-sama mengeluarkan langkah organisasi dalam waktu berdekatan.
Situasi diperkeruh oleh kehadiran seluruh PWNU di Surabaya malam ini, yang menandai bahwa eskalasi konflik telah bergerak ke ranah konsolidasi kekuatan di tingkat daerah.
Krisis PBNU pun memasuki fase penentuan dengan deadline tiga hari yang dapat berujung pada lengsernya Gus Yahya atau pecahnya konflik pengurus secara terbuka.





















