Beras Oplosan Merajalela! 212 Merek Beras Premium Tak Sesuai Standar Nasional

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Polemik beras oplosan kembali mencuat usai Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan Polri dan lembaga terkait menemukan ratusan merek beras premium yang tak sesuai dengan standar mutu nasional.

Dalam investigasi yang berlangsung pada 6 hingga 23 Juni 2025, ditemukan 212 merek beras bermasalah dari total 268 merek yang diuji di 10 provinsi, melibatkan 13 laboratorium untuk memastikan kualitas produk.

Temuan ini menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat tingginya angka pelanggaran yang ditemukan.

Beras premium yang seharusnya memenuhi standar tinggi, justru banyak yang kualitasnya tidak layak.

Data Kementan menunjukkan, 85,56 persen beras premium yang beredar ternyata tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), dan 21 persen di antaranya memiliki berat yang kurang dari yang tercantum di label kemasan.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyayangkan kondisi ini.

Ia menilai produsen besar seharusnya menjaga kualitas produk, apalagi beras menjadi kebutuhan pokok masyarakat.

“Masyarakat membeli beras premium dengan harapan kualitasnya sesuai standar, tapi kenyataannya berbeda. Kalau diibaratkan, ini seperti membeli emas 24 karat tapi yang didapat hanya emas 18 karat,” ujar Amran.

Praktik oplosan ini dilakukan dengan mencampur beras premium dengan beras medium atau bahkan beras berkualitas rendah.

Parahnya lagi, ada juga beras yang kondisinya sudah rusak lalu dipoles ulang agar terlihat bagus, sehingga pembeli terkecoh.

Pakar Teknologi Industri Pertanian IPB, Tajuddin Bantacut, menuturkan bahwa beras oplosan bisa dikenali dari ciri-ciri fisik yang berbeda dari beras premium asli.

“Warna tidak seragam, ukuran butiran bervariasi, dan saat dimasak, tekstur nasi menjadi lebih lembek dari biasanya. Ini indikasi kuat beras tersebut dioplos,” kata Tajuddin.

Ia juga mengingatkan, dalam beberapa kasus, beras oplosan bahkan dicampur dengan zat pewarna atau pengawet berbahaya yang berisiko bagi kesehatan jika dikonsumsi terus-menerus.

Tajuddin juga mengimbau masyarakat untuk tidak membeli beras tanpa label atau dari produsen yang tidak jelas.

“Pastikan beras selalu dicuci hingga bersih sebelum dimasak dan jika menemukan benda asing yang mengambang saat dicuci, lebih baik tidak dikonsumsi,” pesannya.

Pemerintah Bergerak Cepat

Menanggapi situasi ini, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) langsung mengambil langkah tegas.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menegaskan pemerintah sudah memberikan waktu dua minggu kepada produsen untuk memperbaiki mutu produk mereka.

“Kalau beras kemasan 5 kilogram, isinya jangan sampai hanya 4,8 kilogram. Itu tidak boleh. Kita ingin tata niaga beras yang sehat dan konsumen tidak dirugikan,” ujar Arief dalam keterangan resminya.

Ia menjelaskan bahwa pemerintah telah menetapkan aturan jelas terkait standar mutu beras melalui Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023.

Dalam aturan itu, kualitas beras premium diatur dengan ketat, termasuk kadar air, butir patah, hingga kandungan benda asing.

Syarat dan Standar Mutu Beras Premium Sesuai Regulasi

  • Butir patah maksimal 15 persen.

  • Kadar air maksimal 14 persen.

  • Derajat sosoh (tingkat keputihan) minimal 95 persen.

  • Butir menir maksimal 0,5 persen.

  • Jumlah butir rusak, kapur, atau merah/hitam maksimal 1 persen.

  • Tidak boleh ada gabah atau benda asing lain.

Selain itu, dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020, beras premium harus memiliki butir kepala minimal 85 persen dengan butir patah maksimal 14,5 persen.

Beras medium pun memiliki ketentuan tersendiri, dengan butir kepala minimal 80 persen dan butir patah maksimal 22 persen.

Arief menambahkan bahwa praktik pencampuran beras premium dengan beras murah atau beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga menjadi perhatian serius.

“Jangan sampai beras SPHP yang seharusnya dijual Rp 12.500 per kilogram di Zona 1, dicampur dengan beras lain lalu dijual Rp 14.900 per kilogram seperti beras premium. Ini jelas tidak dibenarkan,” tegasnya.

Harga Beras Premium Melejit di Atas HET

Harga beras premium di pasaran memang cenderung melampaui HET.

Berdasarkan data Panel Harga Pangan Bapanas per 15 Juli 2025, rata-rata harga beras premium di:

  • Zona 1: Rp 15.390 per kg (3,29 persen di atas HET).

  • Zona 2: Rp 16.465 per kg (6,92 persen di atas HET).

  • Zona 3: Rp 18.177 per kg (15,04 persen di atas HET).

Arief juga menyampaikan bahwa di tingkat internasional, standar beras premium jauh lebih ketat dibanding Indonesia.

“Kalau standar luar negeri, beras premium hanya boleh mengandung broken atau butir patah maksimal 5 persen,” jelasnya.

Selain melakukan pengawasan, pemerintah melalui Satgas Pangan Polri juga sudah memanggil perusahaan-perusahaan yang terindikasi terlibat dalam praktik beras oplosan ini.

Tak hanya itu, Kejaksaan pun dilibatkan untuk menindaklanjuti proses hukum bagi produsen nakal.

Arief menegaskan, perusahaan yang terbukti bersalah akan diproses sesuai hukum.

“Kita ingin memperbaiki sistem supaya jangan sampai konsumen dirugikan terus-menerus. Kalau ada yang terbukti melanggar, pasti kita tindak,” ujarnya.

Masyarakat pun diimbau lebih cermat dalam membeli beras.

Perhatikan label kemasan, periksa kondisi fisik beras, dan jangan tergiur harga murah tanpa jaminan kualitas.

Kasus beras oplosan ini menjadi tamparan keras bagi tata niaga beras di Indonesia.

Dengan pengawasan yang lebih ketat dan penerapan regulasi yang tegas, diharapkan praktik curang ini bisa diberantas demi melindungi konsumen dari produk pangan bermutu rendah yang berpotensi merugikan kesehatan.

Pewarta : M.Nur