SUARAMALANG.COM, Jakarta – Polda Metro Jaya menetapkan enam orang sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan dalam aksi demonstrasi yang berakhir ricuh di Jakarta pada 28 Agustus 2025.
Keenam orang tersebut yakni Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen (DMR), MS, SH, KA, RAP, dan FL yang diketahui bernama Figha Lesmana, seorang konten kreator TikTok.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, “Kami telah menetapkan enam orang sebagai tersangka terkait dugaan penghasutan dalam aksi unjuk rasa yang berakhir rusuh pada 28 Agustus 2025 lalu,” ujarnya saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (6/9/2025).
Ia kemudian menjelaskan, “Mereka adalah DMR (Delpedro Marhaen), MS, SH, KA, RAP, dan FL atau Figha Lesmana,” ungkapnya pada kesempatan yang sama.
Ade Ary menambahkan, “Keenamnya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik Satgas Gakkum Anti-Anarkis menemukan bukti permulaan yang cukup, termasuk ajakan untuk merusak fasilitas umum yang disebar melalui media sosial dan selebaran,” terangnya.
Penyelidikan terhadap keenam tersangka ini dilakukan setelah polisi menemukan adanya pola ajakan yang mengarah pada provokasi dan melibatkan pelajar serta anak-anak sebagai massa aksi.
Bukti yang ditemukan termasuk unggahan di media sosial yang memuat narasi ajakan untuk melakukan perlawanan dan tindakan anarkis selama aksi unjuk rasa berlangsung.
Polisi menerapkan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan sebagai salah satu dasar hukum dalam penetapan tersangka.
Selain itu, para tersangka juga disangkakan melanggar Pasal 45A ayat 3 jo Pasal 28 ayat 3 UU ITE, yang berkaitan dengan penyebaran konten provokatif di dunia digital.
Mengingat sebagian ajakan mengarah pada pelibatan pelajar, polisi turut menggunakan UU Perlindungan Anak Pasal 76H jo Pasal 15 jo Pasal 87 UU No. 35/2024.
Langkah ini memicu reaksi keras dari Koalisi Sipil yang menilai penetapan tersangka terhadap Delpedro cacat prosedural.
Menurut pernyataan resmi Koalisi Sipil, “Penetapan tersangka terhadap Delpedro cacat prosedural dan harus segera dihentikan,” ujar perwakilan koalisi dalam siaran pers, Sabtu (6/9/2025).
Mereka menegaskan kembali, “Kami mendesak agar aparat penegak hukum mengedepankan prinsip due process of law dalam menangani kasus ini, tanpa kriminalisasi terhadap aktivis,” tegas mereka.
Merespons polemik ini, Menko Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra memberikan tanggapan terkait seruan pembebasan Delpedro.
Menurut Yusril, “Harapan saya sebenarnya kalau seseorang ditahan atau dinyatakan tersangka, jangan kita terus-menerus minta harus dibebaskan, melainkan lakukanlah perlawanan secara hukum yang gentleman,” ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Ia pun menambahkan, “Kalau memang kita berani melakukan sesuatu, maka ketika kita menghadapi proses hukum, hadapilah dengan cara yang benar,” kata Yusril pada kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Yusril menyarankan, “Apabila penetapan tersangka dinilai keliru, maka gunakan mekanisme yang ada, seperti praperadilan atau bahkan mengajukan penghentian penyidikan (SP3) sesuai prosedur hukum yang berlaku,” jelasnya di hadapan media.
Selain itu, ia juga menegaskan, “Setiap orang yang disangka tentu berhak untuk menyangkalnya, jadi laksanakanlah proses itu secara fair dan adil,” tutur Yusril.
Ia menegaskan bahwa proses hukum harus tetap berjalan agar setiap pihak dapat membuktikan posisinya di hadapan hukum, sekaligus untuk menjaga kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menyangkut aktivis hak asasi manusia sekaligus menyentuh isu kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap kelompok rentan seperti pelajar.
Hingga saat ini, penyidik Polda Metro Jaya masih terus melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan memeriksa sejumlah barang bukti digital yang telah disita.
Yusril juga mengingatkan agar masyarakat menunggu proses hukum secara objektif dan tidak terjebak pada narasi politik yang dapat memperkeruh suasana.
Pemerintah diharapkan memastikan penyelesaian kasus ini dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku, sehingga tidak menimbulkan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.
Pewarta : *Solikin/Rudi.H