Emil Dardak Dorong Pemda Transparan, Dana Mengendap Rp6,8 Triliun di Jatim Harus Dijelaskan

SUARAMALANG.COM, Surabaya – Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak, menekankan kepada seluruh Pemda, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk bersikap transparan terkait dana yang mengendap di perbankan sehingga menimbulkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA), dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Jakarta, Senin (20/10/2025).

Emil mengutip data Bank Indonesia per 15 Oktober 2025, yang menunjukkan beberapa daerah memiliki saldo mengendap cukup besar, seperti DKI Jakarta Rp14,683 triliun, Jawa Timur Rp6,8 triliun, dan Jawa Barat Rp4,17 triliun, sehingga penting bagi pemda untuk menjelaskan secara terbuka kepada publik.

Ia menuturkan, munculnya SiLPA sering dikarenakan sejumlah pos anggaran baru terserap menjelang akhir Tahun Anggaran, sehingga terlihat tidak terserap pada APBD murni. “Kenapa sih SiLPA? Karena daerah juga kadang punya alasannya sendiri. Misalnya, ‘Pak, SiLPA karena dananya datang di akhir tahun’ sedangkan aturan keuangan daerah itu tidak seperti keuangan pusat. Dana yang keluar di akhir tahun, baru bisa dianggarkan di perubahan APBD. Jadi di APBD murninya kesannya SiLPA. Padahal, sebenarnya sudah terpakai itu dananya, tapi baru bisa diresmikan ya di APBD perubahan,” jelasnya, Rabu (22/10/2025).

Emil juga menyoroti situasi Jawa Timur, yang terdiri atas 38 kabupaten/kota, dengan angka SiLPA yang relatif tinggi sejak masa jabatan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan. Ia mendorong semua pemda mempublikasikan pos-pos anggaran atau belanja yang belum terserap, agar masyarakat mengetahui penyebabnya. “Karena dari zaman Bu Sri Mulyani, kenapa Jawa Timur [SiLPA-nya] besar? 38 kabupaten kota ya, itu angka se-Jawa Timur, termasuk bupati/wali kotanya kan? Makanya, semua ayo dibuka gitu, biar semua juga tahu kenapa, apakah betul tidak terserap atau ada perubahan pendapatan di ujung tahun, yang kemudian akhirnya hanya bisa dicatat sebagai SiLPA. Mending dibuka dengan jelas sehingga masyarakat tahu,” ucapnya.

Ia menambahkan apresiasi kepada Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa yang berani memaparkan realisasi belanja daerah yang masih lambat dan mendorong pemda segera bertindak agar tidak muncul debat yang sia-sia. “Saya mengapresiasi Pak Menkeu (Purbaya) yang memang memecut Pemda untuk ayo segera. Nah, sekarang saatnya kita juga buka-bukaan ke publik mengenai apa sih sebenarnya gitu. Nah, daripada menjadi debat kusir, mending dibuka. Kalau memang kita salah, akui salah sehingga ada perbaikan ya toh? Lebih baik begitu kan? Iya toh lebih baik begitu kan,” tegas Emil.

Emil menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak memperoleh keuntungan dari dana yang tersimpan di bank, sehingga sebaiknya anggaran segera diserap untuk menggerakkan ekonomi daerah dan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Karena siapa yang untung juga nyimpan-nyimpan uang di bank? Pemda enggak untung, ngapain ngambil untung dari situ? Gitu kan? Justru nanti kalau ekonomi enggak mutar, PAD-nya yang mandek. Ngapain nyimpan-nyimpan uang di bank? Enggak ada untung. Betul banget Pak Menkeu, buat apa? Tugas Pemda bukan nabung,” pungkasnya.

Ia berharap langkah transparansi ini menjadi momentum bagi seluruh pemda untuk lebih akuntabel dalam penggunaan anggaran sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat, sekaligus memperkuat pengawasan publik terhadap belanja daerah.

Exit mobile version