SUARAMALANG.COM, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Hendi Prio Santoso dalam kasus dugaan korupsi perjanjian jual-beli gas dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE).
Penahanan diumumkan langsung oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (1/10/2025).
“Pada hari ini, KPK mengumumkan penahanan terhadap satu orang tersangka, yaitu saudara HPS selaku Direktur Utama PT PGN periode 2008–2017 terkait dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE,” ujar Asep.
Hendi akan ditahan selama 20 hari pertama terhitung mulai 1 Oktober hingga 20 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK Merah Putih.
Kasus ini bermula pada tahun 2017 ketika PT IAE mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pendanaan.
Iswan Ibrahim, selaku Komisaris PT IAE periode 2006–2023, meminta Komisaris Utama sekaligus pemegang saham mayoritas PT IAE, Arso Sadewo, untuk melakukan pendekatan dengan PGN agar dapat menjalin kerja sama.
Dalam pendekatan tersebut, Arso bertemu dengan Hendi Prio Santoso dan Yugi Prayanto. Pertemuan itu menghasilkan kesepakatan pengkondisian pembelian gas bumi oleh PGN dari IAE dengan skema pembayaran advance payment sebesar USD 15 juta.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Arso memberikan commitment fee sebesar SGD 500 ribu kepada Hendi.
“Setelah kesepakatan tersebut, saudara AS memberikan commitment fee sebesar SGD 500 ribu kepada saudara HPS di kantornya yang berlokasi di Jakarta,” kata Asep.
Dari uang tersebut, Hendi kemudian memberikan sebagian senilai USD 10 ribu kepada Yugi sebagai imbalan karena telah memperkenalkannya dengan Arso.
KPK menyatakan perbuatan itu merugikan keuangan negara hingga USD 15 juta atau setara Rp 250 miliar.
“Kerugian negara yang terjadi sebesar USD 15 juta,” tegas Asep.
Dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan dan menahan dua tersangka lain, yakni Iswan Ibrahim serta Danny Praditya, Direktur Komersial PGN periode 2016–2019.
KPK juga menyita uang tunai senilai USD 1 juta atau sekitar Rp 16,6 miliar serta melakukan penggeledahan di delapan lokasi berbeda yang berkaitan dengan perkara tersebut.
Atas perbuatannya, Hendi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kasus ini menambah daftar panjang penindakan KPK terhadap dugaan korupsi di sektor energi, khususnya yang melibatkan badan usaha milik negara.
KPK menegaskan akan terus mendalami aliran dana serta kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut.
“Penegakan hukum tidak akan berhenti pada pihak-pihak yang sudah ditetapkan, penyidik masih mengembangkan perkara ini,” pungkas Asep.
Pewarta : M.Nan