SUARAMALANG.COM, Jakarta – Pemerintah melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari rekening Bank Indonesia (BI) ke enam bank nasional mulai Jumat, 12 September 2025.
Langkah ini merupakan upaya menghidupkan kembali aliran kredit yang selama ini tersendat, sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi melalui perbankan.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (10/9/2025), Purbaya menyampaikan bahwa terdapat Rp425 triliun dana pemerintah yang saat ini tersimpan di BI dan belum dimanfaatkan secara optimal.
“Saya sudah lapor ke Presiden, ‘Pak, saya akan taruh uang ke sistem perekonomian’. Saya (Kementerian Keuangan) sekarang punya Rp425 triliun di BI, cash. Besok saya taruh Rp200 triliun,” kata Purbaya sambil menegaskan bahwa kebijakan ini telah mendapatkan persetujuan Presiden Prabowo Subianto.
Purbaya menjelaskan dana tersebut akan ditempatkan dalam bentuk deposito di perbankan, dan bank penerima diberi keleluasaan memanfaatkannya, namun tidak diperkenankan untuk membeli Surat Utang Negara (SUN).
Langkah ini diyakini akan memacu perbankan menyalurkan kredit ke sektor produktif seperti perumahan, konstruksi, dan pembiayaan UMKM.
“Saya lihat Kemenkeu bisa berperan di situ dengan memindahkan sebagian uang yang selama ini ada di bank sentral kebanyakan. Ada Rp430 triliun, saya pindahkan ke sistem perbankan Rp200 triliun,” ucap Purbaya sambil menegaskan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk menggerakkan ekonomi nasional.
Hingga kini, Purbaya belum membeberkan secara rinci enam bank yang terlibat dalam program tersebut, namun dipastikan termasuk bank-bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) seperti Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN.
“Besok sudah masuk ke enam bank,” ujar Purbaya seraya memastikan pencairan dana mulai dilakukan pada Jumat (12/9/2025).
Menurut Purbaya, kebijakan ini tidak memerlukan aturan baru dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) karena proses dapat dilakukan langsung oleh kementerian.
“Nggak perlu PMK, bisa langsung. Kalau PMK pun saya yang tanda tangan,” tutur Purbaya sembari memastikan landasan hukum pemindahan dana telah kuat.
Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai kebijakan ini berpotensi menggandakan penyaluran kredit sebagaimana pernah terjadi pada periode 2020-2021 ketika penempatan dana Rp66,99 triliun mampu memicu penyaluran kredit mencapai Rp382-387 triliun.
“Sehingga kredit mengalir ke kegiatan padat karya seperti perumahan terjangkau, proyek konstruksi terkait, serta pembiayaan produktif bagi UMKM di desa,” ujar Syafruddin sembari menjelaskan dampak positif yang diharapkan dari kebijakan ini.
Syafruddin memprediksi efek domino berupa peningkatan perekrutan tenaga kerja, pembelian bahan baku, hingga perluasan kapasitas usaha.
“Sehingga akses kredit murah cepat berubah menjadi perekrutan karyawan, pembelian bahan baku, dan perluasan kapasitas usaha,” jelasnya.
Ia menyarankan pemerintah menetapkan multiplier minimum atas dana yang ditempatkan, melaporkan realisasi kredit secara berkala, serta menarik kembali dana (clawback) jika target tidak tercapai.
“Dengan arsitektur seperti ini, injeksi Rp200 triliun bukan hanya mempercantik neraca bank, melainkan mendorong proyek baru, memperluas usaha, dan menciptakan lapangan kerja secara terukur,” terang Syafruddin.
Namun, ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, mengingatkan bahwa meskipun kebijakan ini positif, pemerintah harus memastikan adanya aturan teknis yang jelas agar dana benar-benar disalurkan ke sektor riil.
“Bank tentu akan berupaya memanfaatkan dana tersebut untuk memperoleh imbal hasil, baik melalui penyaluran kredit maupun penempatan dana pada instrumen pasar keuangan,” ujar Yusuf seraya menekankan pentingnya regulasi turunan.
Yusuf juga menyoroti risiko yang mungkin timbul jika dana sebesar Rp200 triliun tidak terserap secara produktif oleh masyarakat.
“Penambahan likuiditas besar-besaran ke perbankan dapat mendorong kelebihan uang beredar, terutama jika dana tidak tersalurkan secara produktif. Kondisi ini berpotensi meningkatkan inflasi,” papar Yusuf.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak bisa berdiri sendiri dan harus diiringi langkah-langkah lain yang memperkuat ekosistem perekonomian agar dampaknya optimal.
Dengan pelaksanaan pemindahan dana yang dijadwalkan pada Jumat (12/9/2025), pemerintah diharapkan mampu mendorong pergerakan ekonomi nasional sekaligus menciptakan lapangan kerja baru, namun tetap mengedepankan pengawasan ketat untuk mencegah risiko inflasi dan penyalahgunaan dana.
Pewarta : M.Nur