SUARAMALANG.COM, Jakarta – Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menetapkan Muhamad Mardiono sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi dalam sidang yang digelar di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025).
Keputusan tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Umum PPP, Amir Uskara, yang juga menjabat sebagai pimpinan sidang dengan dukungan mayoritas peserta muktamar atau muktamirin yang memiliki hak suara.
Amir menyatakan, sekitar 80 persen peserta muktamar menyetujui pemilihan Mardiono secara aklamasi, sehingga keputusan ini bersifat final dan sah.
Namun, penetapan ini mendapat penolakan dari kubu pendukung Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan RI (2019-2020), yang sebelumnya juga dicalonkan sebagai ketua umum.
Pendukung Agus mengklaim bahwa pihaknya juga memenangkan pemilihan secara aklamasi dalam forum terpisah setelah sidang resmi ditutup.
Ketua Steering Committee (SC) Muktamar X, Ermalena, menegaskan klaim aklamasi dari kubu Agus tidak sah dan bertentangan dengan aturan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PPP.
Menurut Ermalena, Agus tidak memenuhi syarat karena belum pernah menduduki jabatan satu tingkat di bawah ketua umum selama satu periode sebagaimana dipersyaratkan dalam AD/ART partai.
Selain itu, Agus juga bukan kader internal PPP karena berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
“Terlebih, rekan-rekan tentu mengetahui Agus Suparmanto merupakan kader PKB, yang berasal dari eksternal PPP,” tegas Ermalena dalam siaran pers, Minggu (28/9/2025).
Ketua Organizing Committee (OC) sekaligus Bendahara Umum PPP, Arya Permana, juga menilai langkah kubu Agus tidak sah karena sidang yang mereka gelar setelah ketuk palu tidak sesuai dengan mekanisme resmi.
“Dengan melanjutkan persidangan dan mengganti pimpinan sidang, tentu sidang tersebut tidak sah karena tidak sesuai dengan susunan yang sudah disepakati di rapat SC,” jelas Arya.
Arya menambahkan, mayoritas Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP, yakni sebanyak 28 DPW, menyatakan dukungan kepada Mardiono, sementara forum yang dihadiri DPW pendukung Agus tidak memenuhi syarat kuorum.
Pengamat politik sekaligus Peneliti Citra Institut, Efriza, menilai dinamika yang terjadi dalam muktamar ini merupakan hal wajar dalam proses politik internal partai.
Menurutnya, keabsahan hasil muktamar akan ditentukan melalui Surat Keputusan (SK) Kementerian Hukum dan HAM yang akan diterbitkan dalam waktu dekat.
“Sebagai proses politik, tentu wajar jika ada perbedaan pendapat dan dinamika internal soal kepemimpinan yang sah. Tinggal nanti dilihat SK Kementerian Hukum ke depan,” ujar Efriza.
Efriza menyarankan semua pihak untuk tidak berlarut dalam konflik internal dan mulai fokus menyiapkan strategi menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) 2029.
“Bukan hanya untuk meraup elektoral pada 2029, tetapi juga mengembangkan pasar pemilih di kalangan Gen Z dan pemilih pemula,” katanya.
Pandangan serupa disampaikan Direktur Eksekutif Ethical Politics, Hasyibulloh Mulyawan, yang melihat terpilihnya Mardiono sebagai momentum bagi PPP untuk melakukan transformasi politik.
“Dengan terpilihnya Mardiono sebagai Ketua Umum PPP secara aklamasi, ini jadi momentum yang baik bagi PPP untuk segera bertransformasi agar kembali ke parlemen pada Pemilihan Legislatif 2029,” jelasnya.
Hasyibulloh menekankan bahwa transformasi dapat dimulai dengan penyusunan kepengurusan yang memiliki integritas dan fokus pada pembenahan internal partai.
“Salah satu wujud transformasi adalah penyusunan kepengurusan yang berintegritas, amanah, dan fokus pada pembenahan internal partai serta taktis dan strategis dalam menyusun rencana kerja menuju Pileg 2029,” tambahnya.
Dengan keputusan ini, Muhamad Mardiono resmi memimpin PPP untuk periode mendatang, sementara kubu Agus Suparmanto masih memiliki opsi menempuh jalur hukum untuk menggugat hasil Muktamar X.
Keabsahan kepemimpinan baru PPP kini menunggu pengesahan resmi dari Kementerian Hukum dan HAM yang akan menjadi penentu arah politik partai menjelang Pemilu 2029.
Pewarta : M.Nan