Pembongkaran Tembok Griya Shanta Ditunda, AWAS Solidarity Kritisi Ketegasan Satpol PP Kota Malang

SUARAMALANG.COM, Kota Malang – Ketegasan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Malang dalam menegakkan peraturan daerah tampaknya kembali dipertanyakan. Rencana pembongkaran tembok di RW 12 Perumahan Griya Shanta, Kelurahan Mojolangu, Kamis (6/11/2025), lagi-lagi urung dilakukan.

Padahal, tembok itu berdiri di atas lahan fasum yang secara sah berada dalam kewenangan Pemkot Malang, dan sudah lama menjadi penghalang pembangunan jalan tembus.

Lebih dari 200 personel gabungan sudah dikerahkan. Namun, ketika di lapangan muncul gelombang penolakan warga, langkah Satpol PP justru surut. Alih-alih menegakkan perda, ratusan aparat memilih menarik diri dan menunda pembongkaran dengan alasan keselamatan.

Langkah ini memang tampak berhati-hati, tetapi di sisi lain memperlihatkan betapa lemah posisi penegak perda di hadapan tekanan massa.

Penundaan tersebut menjadi bukti bahwa instrumen hukum daerah belum cukup kuat dijalankan secara konsisten, bahkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan langsung. Kepala Satpol PP Kota Malang, Heru Mulyono, mengatakan penundaan dilakukan untuk menghindari potensi benturan.

“Kami melihat kondisi masyarakat di lapangan, banyak warga yang menghalangi. Maka kami kedepankan keselamatan semua pihak, baik personel gabungan maupun warga setempat. Kami tidak mau ada yang terluka,” ujarnya.

Namun, pernyataan itu belum mampu menjawab pertanyaan publik, sampai kapan Satpol PP menunggu situasi “aman” untuk menegakkan aturan yang sudah jelas pelanggarannya? Sebab, tembok tersebut berdiri di atas fasilitas umum yang seharusnya terbuka bagi kepentingan warga luas, bukan segelintir pihak.

Baik pihak yang dituding ingin mengambil untung pribadi karena punya lahan yang akan dibangun perumahan, maupun pihak yang terkesan ingin tinggal dalam pemukiman eksklusif namun berada di kawasan yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat luas.

Heru menegaskan bahwa penertiban belum dibatalkan sepenuhnya. Dirinya berdalih masih akan melakukan penertiban dengan skema lain. Padahal, penertiban menjadi langkah yang ditempuh untuk menegakkan perda.

“Kita coba tempuh dengan cara lain. Penertiban tetap akan kami lakukan, tapi kondisi hari ini tidak memungkinkan untuk dilanjutkan karena sudah melelahkan dan beresiko. Takutnya warga lepas kendali,” katanya.

Ia juga memastikan, rencana gugatan dari warga tidak akan menghentikan langkah Satpol PP. “Kalau mereka menyampaikan gugatan, kami akan layani. Tapi gugatan itu tidak menghentikan penertiban kami. Kami tetap memperhatikan keselamatan bersama,” tegasnya.

Meski demikian, publik kini menunggu bukti nyata dari komitmen tersebut. Sebab, tanpa tindakan tegas, penegakan perda hanya akan menjadi formalitas tanpa wibawa.

Pemkot Harus Tegas

Sementara itu, AWAS Solidarity menilai perdebatan soal tembok Griya Shanta kini sudah meluas , sebagian menilai untuk kepentingan warga, sebagian menyebut kepentingan pengembang, sebagian lagi menyebut semata urusan fasum.

Bagi Pembina AWAS Solidarity, Ali Wahyudi menyatakan
Bila memang tembok itu fasum dan sudah diiserahkan kepada Pemkot, maka dokumennya harus dibuka secara resmi agar tidak ada ruang tafsir.

” Kalau memang ada pihak yang menolak karena merasa dirugikan, maka keberatan itu harus difasilitasi secara hukum, bukan dihakimi secara sosial, ” katanya

Ali Wahyudi menegaskan, saat ini yang dibutuhkan bukan perdebatan yang benar atau salah, tapi pembuktiannya mana yang benar

Pemerintah Kota Malang, menurut Ali, berhak menegakkan aturan dan melaksanakan keputusan.
Namun cara pelaksanaan harus menjunjung asas proporsionalitas, keterbukaan, dan akuntabilitas.

Sementara warga pun berhak menempuh jalur hukum bila merasa prosedur belum adil.
Dua-duanya sah — dan keduanya harus dijaga agar tidak berubah menjadi benturan kepentingan.

Sengketa tembok Griya Shanta tidak boleh berakhir dengan ego, tapi harus ditutup dengan transparansi dan empati.
Pasalnya, hukum tanpa empati melahirkan kesewenang-wenangan, dan empati tanpa hukum melahirkan kekacauan.

Exit mobile version