SUARAMALANG.COM, Jakarta — Dugaan penggunaan lemak babi dalam produksi ompreng atau wadah makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola pemerintah pusat memicu kehebohan nasional dan sorotan tajam dari masyarakat karena menyangkut keamanan pangan dan kehalalan produk yang digunakan oleh jutaan pelajar di seluruh Indonesia.
Skandal ini pertama kali mencuat setelah Sekretaris Pengurus Wilayah Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama Jakarta (PW RMI NU Jakarta), Wafa Riansah, yang juga seorang pemasok ompreng MBG, menemukan indikasi adanya penggunaan minyak babi ketika melakukan kunjungan langsung ke salah satu pabrik produksi ompreng di Cina pada awal September 2025.
Wafa menjelaskan bahwa temuan tersebut mengejutkan karena minyak yang digunakan dalam proses produksi diduga berasal dari lemak babi, sehingga ia membatalkan rencana impor dari pabrik tersebut dan langsung mengambil sampel minyak untuk dibawa ke Indonesia.
“Ternyata, kami temukan minyak babi di situ, sehingga saya memutuskan untuk tidak jadi impor,” kata Wafa kepada wartawan, Selasa, 16 September 2025.
Setelah tiba di Indonesia, Wafa mencoba menguji sampel minyak tersebut melalui PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo), namun Sucofindo menyatakan tidak memiliki metode pengujian yang memadai untuk memastikan kandungan tersebut sehingga Wafa memutuskan mengirim sampel ke laboratorium independen Shanghai Weipu Testing Technology Group di Cina.
Dokumen hasil uji laboratorium bernomor SHA03-25091211-FX-01CnEnR1 yang diperoleh wartawan menunjukkan bahwa laboratorium Weipu menganalisis sampel menggunakan tiga metode, yaitu Fourier Transform Infrared Spectrometer (FTIR), Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS), dan Nuclear Magnetic Resonance Spectrometer (NMR).
Hasil pengujian tersebut secara jelas menyatakan bahwa terdapat kandungan lemak babi dalam minyak yang digunakan dalam proses produksi ompreng MBG dengan menyebutkan trigliserida sebagai komponen utama dari lemak babi olahan.
“Komponen utama lemak babi olahan adalah trigliserida,” tertulis dalam kesimpulan laporan uji laboratorium yang juga memuat Lembar Data Keselamatan Bahan yang menyebutkan minyak dasar olahan, ester sintetis, parafin terklorinasi, lemak babi olahan, aditif antikarat, dan bahan pelumas sebagai kandungan utama sampel.
Menanggapi temuan tersebut, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, pada 28 Agustus 2025 menjelaskan bahwa minyak memang digunakan dalam proses produksi ompreng, tetapi hanya sebagai pelumas mesin saat proses pengepresan atau stamping sehingga tidak bercampur langsung dengan bahan food tray yang terbuat dari campuran kromium dan nikel.
“Bahan food tray kombinasi kromium dan nikel, sedangkan minyak digunakan hanya pada mesin saat proses stamping, bukan pada food tray,” ujar Dadan.
Ia menambahkan bahwa minyak yang digunakan akan hilang setelah proses perendaman dan pembersihan yang dilakukan sebelum produk dipasarkan ke masyarakat.
“Minyak akan hilang ketika perendaman dan pembersihan dilakukan,” tegas Dadan.
Di sisi lain, Kepala BPOM, Taruna Ikrar, memastikan bahwa pihaknya telah menyelesaikan pengujian terhadap tujuh sampel ompreng MBG yang dikirim oleh Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) pada pertengahan September 2025.
Namun, Taruna menyebut hasil uji tersebut tidak dapat dipublikasikan langsung ke publik karena harus melalui mekanisme satu pintu bersama BGN, PCO, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagaimana diatur dalam prosedur koordinasi antar lembaga pemerintah.
“Intinya, nanti akan diumumkan secara bersama-sama, adapun leading sektornya untuk pengumuman hasil tes ini ada di Kantor Komunikasi Kepresidenan,” ujar Taruna di kompleks DPR RI, Senin, 15 September 2025.
Taruna juga menekankan bahwa pengujian yang dilakukan oleh BPOM telah mengikuti standar ilmiah internasional dan prosedur laboratorium yang ketat sehingga validitas hasil tidak dapat diragukan.
Meski demikian, Kepala BGN, Dadan Hindayana, justru menyatakan bahwa hingga Selasa, 16 September 2025, pihaknya belum menerima laporan resmi terkait hasil uji laboratorium yang dilakukan BPOM, sehingga semakin memperkuat dugaan publik bahwa ada tarik-menarik kepentingan dalam penanganan kasus ini.
“Belum dapat laporan resmi,” kata Dadan dalam pesan tertulis yang diterima wartawan.
Pernyataan yang berbeda antara BPOM dan BGN memicu kebingungan publik dan menimbulkan dugaan adanya ketidaksinkronan komunikasi antar lembaga pemerintah dalam mengelola informasi yang menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Isu dugaan kandungan lemak babi dalam ompreng MBG juga menuai reaksi keras dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menegaskan bahwa program strategis pemerintah seperti MBG wajib memastikan kehalalan dan keamanan produk sejak proses produksi hingga distribusi.
MUI mengingatkan bahwa jika dugaan penggunaan lemak babi terbukti benar, maka hal ini berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, khususnya Pasal 56 yang menyebutkan pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha serta sanksi pidana dan denda besar.
Selain itu, pengamat hukum menilai penundaan pengumuman hasil uji laboratorium juga berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang mewajibkan pemerintah untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan transparan kepada masyarakat.
Polemik ini juga memiliki dimensi politik karena program MBG merupakan proyek strategis pemerintah yang dicanangkan menjelang pemilu 2025, sehingga publik menuntut transparansi agar kepercayaan terhadap pemerintah tidak semakin menurun.
Hingga berita ini diterbitkan, pemerintah belum memberikan keterangan resmi terkait hasil uji laboratorium, sementara masyarakat dan organisasi keagamaan terus mendesak agar pemerintah segera mengumumkan hasil secara terbuka untuk memastikan keamanan dan kehalalan produk yang digunakan dalam program MBG.
Pewarta : Kiswara