Dugaan Mafia Tanah Mangliawan Mencuat: Perangkat Desa Diduga Terlibat, Wartawan Diancam

SUARAMALANG.COM, Kabupaten Malang – Dugaan praktik mafia tanah di Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis, kembali mencuat setelah sejumlah lahan negara dan warga diduga dirampas dan dikuasai melalui keterlibatan perangkat desa.

Kasus tersebut mencerminkan masih maraknya pelanggaran aturan pertanahan, meskipun pemerintah telah menegaskan standar pendaftaran tanah melalui Permen ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 dan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018.

Dalam aturan tersebut tertulis jelas kewajiban pemerintah desa membantu menjamin kepastian hukum hak atas tanah sebagaimana amanat PP No. 10 tahun 1961 juncto PP No. 24 tahun 1997.

Namun, perangkat Desa Mangliawan justru diduga memanfaatkan kewenangan itu untuk mengubah peta bidang dan Nomor Objek Pajak demi memuluskan penerbitan Sertifikat Hak Milik atas nama keluarga dan kroninya.

Perubahan tersebut terjadi pada lahan di sisi timur Sungai Kalisari yang menjadi perbatasan Kabupaten Malang dan Kota Malang.

Data peta bidang sertifikat tahun 2024 diterbitkan oleh BPN Kabupaten Malang.(foto:dok.luki)

Usulan pendaftaran tanah di lokasi itu bahkan telah ditolak pejabat Sumber Daya Air Kabupaten Malang dan diarahkan agar mengurus izin ke Sumber Daya Air Provinsi Jawa Timur karena berada di wilayah irigasi.

Data lapangan menunjukkan adanya perbedaan peta bidang sebelum dan setelah sertifikat tahun 2024 diterbitkan oleh BPN Kabupaten Malang.

Penolakan warga sudah dilakukan beberapa waktu lalu, termasuk pemanggilan keterangan oleh Kejari Kabupaten Malang, namun kasus tersebut hingga kini belum menunjukkan perkembangan.

Sejumlah warga menyayangkan tindakan perangkat desa, terutama karena area tersebut bersinggungan dengan tanah kas desa yang sebelumnya direncanakan menjadi akses jalan umum.

Tokoh masyarakat Suwarno mengatakan, “Hal ini diperparah dengan adanya bangunan di lahan tersebut, dengan mengorbankan gapura batas wilayahpun dibongkar oleh oknum tersebut, agar akses jalan menuju tanah yang dikuasai lebih lebar.”

Bupati LIRA Wiwid Tuhu P, SH, MHA menilai praktik dugaan pemalsuan dokumen dan manipulasi data pertanahan di Mangliawan menggambarkan pola pelanggaran hukum yang terstruktur.

Ia menyampaikan, “Sebab kolaborasi Pemalsuan Dokumen dan atau Penggelapan data informasi sampai penerbitan atau perubahan sertifikat oleh BPN dengan dasar data yang janggal, terbukti masih saja terjadi.”

Ia juga menambahkan, “Dalam kontek ini menjadi ada dugaan kuat, Oknum perangkat desa, yang seharusnya menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat, justru menyalahgunakan wewenangnya, yang tindakannya mengalihkan tanah untuk kepentingan pribadi, atau kroninya merupakan bentuk nepotisme yang merusak tatanan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.”

Di tengah proses itu, tindakan intimidasi terhadap wartawan suaramalang.com menambah panjang daftar masalah di Desa Mangliawan.

Kepala Desa Mangliawan, M. Jai, diduga mengancam wartawan bernama Luki melalui telepon dan WhatsApp ketika dirinya menelusuri dugaan mafia tanah pada Kamis 6 November 2025.

Luki mengatakan, “Saya ditelpon kepala desa dan berbicara dengan nada emosi serta menuding saya dengan tuduhan yang tidak mendasar. Sepertinya, Pak Jai marah karena saya melakukan penelusuran terkait dugaan mafia tanah yang sudah diberitakan.”

Ia juga menegaskan, “Suatu barang bukti rekaman telpon dan pesan whatsapp dari kepala desa itu, akan saya gunakan untuk melapor ke polisi, jelas-jelas tindak pidana.”

Menurut Luki, kepala desa semestinya menjawab pemberitaan secara terbuka, sebagaimana ucapannya, “Harusnya kepala desa kalo mempunyai itikad baik ya mengklarifikasi beritanya, terkait dugaan kasus peralihan lahan itu, bukan malah ngancam-ngancam.”

Pemimpin Redaksi suaramalang.com, Mohammad Al-Katiri, menilai tindakan tersebut melanggar Undang-Undang Pers.

Ia menegaskan, “Bentuk teror dan ancaman terhadap wartawan yang menjalankan tugasnya melanggar undang-undang dan bisa diancam pidana, sesuai undang-undang pokok pers nomor 40 tahun 1999, pasal 18 ayat 1 , ancaman hukuman 2 tahun denda 500 juta.”

Bupati LIRA Wiwid Tuhu Prasetyo juga menegaskan, “Saya sesalkan kalo kepala desa sampai mengancam, kalo tidak benar ya klarifikasi dan buat hak jawab.”

Kasus di Mangliawan kini tidak hanya membuka dugaan mafia tanah, tetapi juga menambah catatan ancaman terhadap kebebasan pers yang seharusnya dilindungi dalam proses pengawasan publik.

Exit mobile version