SUARAMALANG.COM, Gorontalo – Skandal yang melibatkan anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, memicu gejolak politik dan hukum setelah video ucapannya yang menyebut “merampok uang negara” viral di media sosial.
Kasus ini bermula pada Juni 2025 ketika Wahyudin melakukan perjalanan ke Makassar, Sulawesi Selatan, bersama seorang perempuan yang diduga bukan istrinya. Perjalanan tersebut disebut sebagai perjalanan dinas, namun publik meragukan keabsahannya.
Pada Jumat (19/9/2025), video berdurasi satu menit lima detik beredar luas di media sosial. Dalam rekaman yang diambil di Bandara Djalaluddin Tantu, Gorontalo, Wahyudin terdengar jelas memperkenalkan diri sebagai anggota DPRD dan menyebut dirinya menggunakan uang negara.
“Kita hari ini menuju Makassar menggunakan uang negara. Kita rampok saja uang negara ini, biar negara semakin miskin,” kata Wahyudin sambil tertawa dalam video itu.
Video tersebut langsung memicu kecaman keras. Malam harinya, Badan Kehormatan DPRD Gorontalo memanggil Wahyudin untuk klarifikasi. Ketua BK DPRD, Fikram Salilama, mengungkapkan Wahyudin mengaku tidak sadar bahwa dirinya sedang direkam dan tidak memahami arti ucapannya.
Namun BK tidak berhenti pada klarifikasi tersebut. Fikram menegaskan pihaknya akan memanggil pimpinan Komisi I DPRD dan bendahara sekretariat untuk memeriksa dokumen perjalanan dinas Wahyudin, termasuk persetujuan dan penggunaan anggaran.
Pada Sabtu (20/9/2025), DPP PDI-P bergerak cepat dengan mengeluarkan surat pemecatan resmi terhadap Wahyudin. Ketua DPP Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun, menyatakan keputusan ini diambil demi menjaga integritas partai dan kepercayaan publik.
“DPP akan segera melakukan pergantian antar waktu (PAW). Ini bentuk ketegasan kami dalam menjaga kehormatan partai,” ujar Komarudin.
Jika penyelidikan BK menemukan bukti adanya penyalahgunaan dana perjalanan dinas, kasus ini dapat ditingkatkan ke ranah hukum dan ditangani aparat penegak hukum seperti kejaksaan atau KPK. Wahyudin terancam dijerat Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Skandal ini menjadi peringatan keras bagi seluruh anggota DPRD dan pejabat publik untuk menjaga etika, transparansi, dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran negara.
Pewarta : M.Nan