Iklan

KPK Resmi Tahan 4 Tersangka Pemberi Suap Dana Hibah Jatim, Kusnadi Masih Bebas?

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta –Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan empat tersangka terkait kasus dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji dalam pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022 pada Kamis, 2 Oktober 2025.

Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 2 hingga 21 Oktober 2025, dengan lokasi penahanan di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih.

Iklan

Empat tersangka yang ditahan seluruhnya berasal dari pihak pemberi suap, yakni Hasanuddin (HAS), anggota DPRD Jatim periode 2024–2029 yang sebelumnya berstatus pihak swasta dari Kabupaten Gresik; Jodi Pradana Putra (JPP), pihak swasta dari Kabupaten Blitar; Sukar (SUK), mantan Kepala Desa dari Kabupaten Tulungagung; dan Wawan Kristiawan (WK), pihak swasta dari Tulungagung.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan penahanan ini dilakukan untuk mencegah potensi hilangnya barang bukti dan memastikan proses penyidikan berjalan tanpa hambatan.

Menurut Asep, keempat tersangka berperan sebagai pemberi suap kepada sejumlah anggota DPRD Jatim, termasuk eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi (KUS), yang disebut menerima commitment fee dalam jumlah besar dari dana hibah pokmas.

Dalam konferensi pers, Asep juga menyinggung adanya satu tersangka lain berinisial AR yang belum memenuhi panggilan KPK dan meminta penjadwalan ulang pemeriksaan dengan alasan kesehatan.

KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim Sahat Tua Simanjuntak pada Desember 2022, yang kemudian membuka praktik dugaan korupsi dana hibah pokmas di Jawa Timur.

Berdasarkan hasil penyidikan, dana hibah yang semestinya disalurkan penuh untuk masyarakat justru dipotong di berbagai tingkatan. Sebagian besar mengalir kepada para penerima suap yang memiliki kuasa sebagai aspirator dalam pengajuan proposal hibah.

KPK menegaskan bahwa pengungkapan kasus ini tidak berhenti pada pemberi suap saja. Dengan menahan empat tersangka, lembaga antikorupsi tersebut menargetkan pengembangan perkara untuk menjerat para penerima suap dan pihak lain yang berperan dalam jaringan korupsi hibah pokmas.

Pada 2 Oktober 2025, KPK mengumumkan identitas lengkap 21 tersangka dalam perkara ini. Mereka terbagi dalam dua kelompok, yakni penerima dan pemberi suap.

Empat Tersangka Penerima Suap Kasus Dana Hibah Jatim:

  • Kusnadi (KUS), Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
  • Anwar Sadad (AS), Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
  • Achmad Iskandar (AI), Wakil Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024.
  • Bagus Wahyudiono (BGS), staf Wakil Ketua DPRD Jatim Anwar Sadad.

Tujuh Belas Tersangka Pemberi Suap Kasus Dana Hibah Jatim:

  • Mahfud (MHD), anggota DPRD Jatim periode 2019–2024.
  • Fauzan Adima (FA), Wakil Ketua DPRD Sampang periode 2019–2024.
  • Jon Junaidi (JJ), Wakil Ketua DPRD Probolinggo periode 2019–2024.
  • Ahmad Heriyadi (AH), pihak swasta dari Sampang.
  • Ahmad Affandy (AA), pihak swasta dari Sampang.
  • Abdul Motollib (AM), pihak swasta dari Sampang.
  • Moch. Mahrus (MM), pihak swasta dari Probolinggo, kini anggota DPRD Jatim periode 2024–2029.
  • A. Royan (AR), pihak swasta dari Tulungagung.
  • Wawan Kristiawan (WK), pihak swasta dari Tulungagung.
  • Sukar (SUK), mantan Kepala Desa dari Tulungagung.
  • Ra Wahid Ruslan (RWR), pihak swasta dari Bangkalan.
  • Mashudi (MS), pihak swasta dari Bangkalan.
  • M. Fathullah (MF), pihak swasta dari Pasuruan.
  • Achmad Yahya (AY), pihak swasta dari Pasuruan.
  • Ahmad Jailani (AJ), pihak swasta dari Sumenep.
  • Hasanuddin (HAS), pihak swasta dari Gresik, kini anggota DPRD Jatim periode 2024–2029.
  • Jodi Pradana Putra (JPP), pihak swasta dari Blitar.

Dengan penahanan empat tersangka pemberi suap, KPK menyatakan langkah ini menjadi pintu masuk untuk mengungkap jaringan yang lebih luas. Dari penerima hingga koordinator lapangan, seluruh pihak yang diduga terlibat akan diproses hukum sesuai perannya.

Asep menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar persoalan individu, tetapi mencerminkan praktik sistemik yang merugikan masyarakat Jawa Timur. Menurutnya, hanya sekitar 40 persen dari nilai anggaran hibah yang benar-benar digunakan untuk kegiatan masyarakat, sisanya habis dipotong berbagai pihak dalam skema suap dan fee politik.

Publik kini menunggu langkah KPK berikutnya, terutama terkait proses hukum terhadap para penerima suap, termasuk Kusnadi yang disebut-sebut sebagai aktor kunci dengan dugaan aliran dana hingga Rp32,2 miliar.

Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa dana hibah publik harus dikelola secara transparan, bukan dijadikan bancakan politik atau sumber keuntungan pribadi oleh pejabat maupun pihak swasta yang berkolaborasi.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan