Iklan

Proses Lelang Aset Sritex Tersendat, Pesangon 10.965 Buruh Tak Kunjung Cair

Iklan

SUARAMALANG.COM, Semarang – PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi dinyatakan pailit pada awal 2025 setelah mengalami kesulitan keuangan yang tidak mampu ditutupi oleh perusahaan.

Kepailitan ini berdampak besar terhadap 10.965 pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan hingga kini belum menerima hak pesangon mereka.

Iklan

Ratusan eks pekerja yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Tekstil Sandang dan Kulit Jawa Tengah menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Rabu, 24 September 2025, menuntut pemerintah mempercepat penyelesaian masalah tersebut.

Ketua KSPSI Jawa Tengah, Darmadi, menegaskan proses hukum terkait pailitnya Sritex berjalan sangat lamban karena kurator yang ditunjuk belum menyelesaikan inventarisasi aset perusahaan yang akan dilelang.

“Proses lelang sampai hari ini belum dilakukan. Kami bahkan sudah membantu menginventarisasi barang-barang, tapi kurator bekerja sangat lambat,” kata Darmadi saat aksi berlangsung.

Hasil dari lelang aset Sritex merupakan sumber utama pembayaran pesangon ribuan buruh yang terkena PHK.

Secara hukum, sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator memiliki kewajiban untuk segera membereskan dan menjual aset perusahaan yang dinyatakan pailit.

Pekerja sendiri berstatus sebagai kreditur preferen sehingga pesangon mereka harus diprioritaskan dalam pembagian hasil lelang aset.

Namun, hingga kini belum ada kejelasan mengenai tahapan lelang dan estimasi waktu pencairan pesangon.

Selain itu, KSPSI juga menyoroti lemahnya komunikasi pemerintah dan kurator kepada para buruh yang terdampak.

Menurut Darmadi, pemerintah cenderung hanya menjalankan aturan normatif tanpa memberikan sosialisasi yang memadai.

“Pemerintah hanya mengikuti aturan normatif, tapi komunikasi kepada pekerja sangat kurang. Kesan kami, ada pembiaran,” ujarnya.

Tidak hanya itu, KSPSI juga meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan upah minimum yang dinilai tidak seimbang antarwilayah di Jawa Tengah dan memperburuk kondisi buruh pasca PHK.

Buruh juga mengkritik program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dinilai tidak efektif.

Banyak eks buruh Sritex tidak mendapatkan informasi tentang pelatihan dan lowongan kerja yang dijanjikan pemerintah melalui program ini.

“Banyak kawan-kawan di Sukoharjo, Klaten, dan Solo Raya tidak mengetahui informasi lowongan tersebut. Sosialisasinya sangat kurang,” kata Darmadi.

Jika proses hukum terus berlarut-larut, KSPSI berencana membawa kasus ini ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan melaporkannya ke Kementerian Ketenagakerjaan sebagai bentuk tekanan hukum.

Kepailitan Sritex menjadi salah satu kasus industri terbesar di Jawa Tengah dalam beberapa tahun terakhir karena melibatkan ribuan pekerja dan dampak sosial-ekonomi yang luas.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak kurator maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengenai percepatan lelang aset dan pencairan pesangon.

Ribuan buruh masih menunggu kejelasan sambil terus menggelar aksi dan mempersiapkan langkah hukum untuk memperjuangkan hak mereka.

Pewarta : M.Nan

Iklan
Iklan
Iklan