Iklan

MK Wajibkan Pemerintah dan DPR Bentuk Lembaga Independen Pengawas ASN dalam Dua Tahun

Iklan

SUARAMALANG.COM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi memerintahkan pemerintah dan DPR untuk membentuk lembaga independen yang bertugas mengawasi penerapan sistem merit dan perilaku aparatur sipil negara dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan dibacakan.

Perintah itu tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Iklan

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo menyampaikan, permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN yang diajukan oleh Perludem, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, dan Indonesia Corruption Watch dikabulkan untuk sebagian.

Perkara tersebut berawal dari penghapusan Komisi Aparatur Sipil Negara dalam UU ASN yang baru, di mana seluruh kewenangan KASN dialihkan ke Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya menilai, penghapusan lembaga pengawasan eksternal berpotensi menimbulkan benturan kepentingan antara pembuat, pelaksana, dan pengawas kebijakan dalam tata kelola ASN.

Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menjelaskan bahwa pengawasan kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penyeimbang yang berada di luar dari pembuat maupun pelaksana kebijakan.

“Dalam kaitan ini, sebagai bagian dari desain menjaga kemandirian ASN dan sekaligus melindungi karier ASN, Mahkamah menilai penting untuk membentuk lembaga independen yang berwenang mengawasi pelaksanaan sistem merit, termasuk pelaksanaan asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN,” ujar Guntur Hamzah.

Ia menegaskan, lembaga independen tersebut menjadi kebutuhan mendesak agar sistem merit diterapkan secara konsisten dan bebas dari intervensi politik, sekaligus mencegah konflik kepentingan dalam manajemen kepegawaian negara.

“Keberadaan lembaga independen dimaksud penting untuk segera dibentuk sebagai lembaga pengawasan eksternal yang menjamin agar sistem merit diterapkan secara konsisten, bebas dari intervensi politik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola atau manajemen ASN,” tegas Guntur.

Mahkamah juga menyoroti kelemahan norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN yang hanya memuat pengawasan sistem merit tanpa menyebutkan secara eksplisit asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN.

“Oleh karena itu, menurut Mahkamah, frasa ‘asas, nilai dasar, kode etik, dan kode perilaku ASN’ perlu ditegaskan secara expressis verbis dalam norma Pasal 26 ayat (2) huruf d UU 20/2023 agar tidak dimaknai sebagai norma yang tidak lengkap,” jelas Guntur.

Dalam amar putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 26 ayat (2) huruf d UU ASN bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagai kewajiban pembentukan lembaga independen pengawas ASN.

Ketua MK Suhartoyo menegaskan dalam amar putusan, “Lembaga independen dimaksud harus dibentuk dalam waktu paling lama dua tahun sejak putusan a quo diucapkan.”

Dengan demikian, pemerintah bersama DPR memiliki batas waktu hingga tahun 2027 untuk memastikan terbentuknya lembaga pengawasan ASN yang benar-benar independen, akuntabel, dan bebas dari kepentingan politik, sebagaimana ditegaskan Mahkamah dalam putusannya.

Iklan
Iklan
Iklan